Pendakianku

Cinta itu suci, sesuci air yang mengalir, sebening tetesan embun.
Cinta yang menodai cinta, atau manusia yang menghitamkan cinta.
Cinta itu bara, panasnya menyengat ditubuh. Merahnya menyilaukan mata, pedih.
Cinta itu tajam, setajam pisau yang diasah setiap hari, puluhan kali.

Tapi, cinta yang dulu suci, putih menyejukkan, kini justru berbalik menyerang. Cinta yang sebegitu tajam, telah menghujam. Menghujam diriku sendiri. Cinta itu menyakitiku, entah cintanya atau perbuatanku. Perbuatan yang diburu nafsu. Indah, tapi entah kenapa aku kelolosan. Kini aku melemah, pasrah.
Sumber gambar: Google

Setahun yang lalu kita berkenalan. Kamu mendekatiku dan aku terbuai dengan segala ucapan dan perbuatan manismu. Setiap kegiatan organisasi kita, akan selalu terlihat bahwa kamu mengikutiku. Tidak pernah kamu membiarkan aku sendiri di tempat antah berantah seperti ini. Ya, kita berdua memang anggota sebuah organisasi pecinta alam. Tiga hari dalam setiap bulan, kita akan selalu mengunjungi alam, sekedar untuk melelahkan diri dengan bonus keindahan pohon yang berdiri rapi dibawah sana. Harmonisasi warna hijau dan biru yang indah.

Hari ini berbeda. Ini adalah pendakian pertamaku. Mungkin pendakian juga bagimu, mendaki hatiku, berharap dipuncaknya kamu dapat memiliki hatiku. Perjalanan yang panjang tak berarti melelahkan. Mungkin kakiku, iya. Tapi tidak dengan mataku. Mataku disuguhi pemandangan yang luar biasa indah dari Tuhan. Pemandangan dan kamu. Bahkan perhatianmu selama pendakian itu bukan hanya memukau mataku, tapi juga meluluhkan hatiku. Hari yang akan selalu ku kenang indah, hari yang berhasil meruntuhkan puncak kesendirianku.

Kita semakin dekat, ceritaku juga semakin berwarna. Juga kamu, yang kadang kala semakin tidak aku mengerti, sulit dipahami, tapi terkadang cintamu menggelora. Juga cintaku, cinta yang baru pertama kali kurasakan. Cinta yang sehebat kamu menaklukkan hatiku. Cinta yang terlampau hebat hingga nyaris membodohkan, melumpuhkan pikiran. Mungkin bukan nyaris, tapi “sudah”.

Aku larut dalam keindahan yang diatas namakan cinta. Benar dan Salah, dua kubu yang saling berseteru dan kini bersatu di alamku. Aku benar karena cintaku, aku salah karena menyalahi aturan yang dibuat manusia. Aku bahagia, tapi aku juga bersedih. Aku terlena, indah dalam pelukan yang terlampau berlebihan. Aku menangis, tapi tangisanku tak pernah menghentikanku untuk berbuat dosa yang terlampau indah.

“aku hamil”.

Trilogi:
Story 1: Pendakianku
Story 2: Kamu yang datang diluar harapan
Story 3:

Uswatun Khasanah Katasmir
Uswatunieq

Post a Comment

3 Comments