Nyaman, penipuan

Kenyamanan,

Indah sekali kata itu. Kata yang seringkali digunakan dalam sebuah peribahasa perasaan. Agung sekali namanya, hingga disandingkan dengan kesucian perasaan yang harusnya bisa lebih berharga.

Kenyamanan itu bagai dua sisi mata uang. Atas bawah, kanan kiri, baik buruk, positif negatif. Bila dibiologikan, kandungannya bagai madu dan racun dalam satu ikatan.

Kenyamanan adalah dan bukanlah sebuah kata yang agung, dan kadang dia tidak pantas dijadikan kambing hitam atas sebuah kemalasan dan kepedihan. Tapi disaat yang sama, kenyamanan layak dijadikan sebagai hadiah atau hasil dari sesuatu yang telah lama diperjuangkan.

Banyak yang mengatakan, atas nama kenyamanan aku bertahan. Padahal perasaan sayang yang awalnya dia miliki dan rasa nyaman yang dia akui itu hanya tipuan dari kebiasaan yang jika kita mau berfikir lebih dalam, tidak ada lagi yang bisa diperjuangkan dari kekasih yang sudah pergi - senyaman apapun kamu dahulu.

Seorang kekasih, yang memerjuangkanmu, yang mengagumimu sedari dulu, pantas untuk kau berikan kenyamanan lebih dari rasa nyaman yang ia harapkan.

Juga berbeda pula kenyamanan pada seorang sahabat, tempatmu berbagi cerita setiap hari. Ada saatnya persahabatan diuji dengan keegoisan, amarah masing masing, tetapi jika kita mengingat setiap detik kenyamanan yang ia berikan. Sejuta amarahpun rasanya tak mampu mematahkan sebatang kayu yang tertanam besi. Tetapi, tak semua persahabatan demikian. Ada kalanya kenyamanan pada sahabat, tergantikan oleh posisi kekasih. Disitulah masing masing pasangan diuji. Ada kalanya mereka menambah anggota persahabatan mereka. Tetapi tak jarang itu justru manjadi boomerang, bak kapal titanic yang tergores gunung es. Mudahnya karam dan patah.

Perasaan nyaman bukan acuan, hanya sesuatu yg sepantasnya diperjuangkan. Jika memang sudah nyaman, dan masih baik, perjuangkan. Tetapi jika kenyamanan itu terlalu sakit. Jangan munafik, sesungguhnya itu bukanlah rasa nyaman.

Dari Uswatun Khasanah Katasmir

Post a Comment

0 Comments