LUKA

Shubuh yang indah, merdu suara burung burung turut meramaikan pagi. Tapi berbeda dengan hatiku, yang semalam ramai akan kekecewaan padamu. Kamu, kenyamanan pertama yang tak pernah lagi kuliat rautnya, bahkan hampir 1000malam.

Aku tak pernah ingin melihat raut itu lagi, karena aku telah merasa sangat bahagia menjadi seperti ini. Tak ada kamu, tak ada ingatan yang tiba tiba datang tentangmu. Tapi setahun lalu, dipagi yang masih penuh maaf itu, kamu tiba tiba datang ke rumah. Dan aku tahu, sangat sangat tahu, semuanya hambar. Aku bisa menatap mata itu lagi, memerhatikan raut itu lagi dengan perasaan hambar. Sekedar teman, iya hanya sekedar teman. Niatku hanya it. Semua dendamku yang dulu seakan terlepaskan.

Kemarin, kamu hadir dengan warna berbeda. Sudah tak ada lagi warna dihatiku ketika melihatmu, menatap mata dan raut itu. Tapi sekarang aku tahu, kata katamu masih se menyakitkan dulu. Kau bilang kau tak egois, kau berkata demi teman teman, harusnya kau sadar bahwa itu keegoisan terbesarmu. Demi seorang kekasih yang semoga selamanya itu, kamu tega menyakiti satu hati yang pernah kau sakiti dulu. Yang berusaha memaafkan dan melupakan luka yang nyerinya masih terasa ketika menatap matamu.

Luka ini belum sepenuhnya sembuh, dan kau menikamnya lagi. Semoga memang kamu tidak akan pernah membutuhkanku lagi, hingga semua ucapanmu itu terwujud. Tapi jika pada saatnya nanti ada hal yang terjadi padamu dan tiba tiba membutuhkanku? Pertanyaanku adalah "bolehkah aku menolak membantumu?"

Dendam? Benci?
Aku tak bisa mendeskripsikan perasaan ini, tapi kadang ada sisi hatiku yang justru ingin kamu merasakan luka dan nyerinya hati ini. Kadang ada rasa, sudahlah. Tuhan memang menciptakan wanita baik untuk laki laki baik. Hingga tak perlu aku menumbuhkan dendam yang kau tancapkan ini. Tapi, lakumu sudah tak dapat termaafkan. Terima kasih dan maaf jika suatu saat nanti aku tak bisa mempedulikanmu lagi.

Dari wanita yang pernah memaafkan
Dari wanita yang sedang menyembuhkan lukanya lagi.
Mungkin terlalu kuat perasaan ini, hingga aku tak mengerti lagi pada rasa nyerinya.

Terima kasih
Maaf, aku tak bisa brtemu kamu lagi.

Uswatun Khasanah Katasmir

Post a Comment

0 Comments