Tanpamu (part 1)

Sempat terfikirkan untuk mengungkapkan semua dihadapanmu, di depan matamu, hingga aku berhasil melihat ekspresi matamu ketika aku mengungkapkan semuanya. Tapi semuanya berbeda, akhir akhir ini entah kenapa kita sulit sekali bertemu. Menghindar, terkadang aku merasa kau begitu. Rinduku yang menggunung, kau hempaskan begitu saja.

Disadari atau tidak, aku mengagumimu sejak kita bersama di acara bagi bagi buku itu. Bukankah seringkali aku katakan padamu bahwa aku takut pada sosokmu? Bahwa sebenarnya aku takut pada diriku sendiri, aku takut pada perasaanku sendiri. Yang mengagumimu dan dengan sadar saat kau masih bersama wanita itu.

Dan entah bagaimana, aku juga sempat dekat dengan beberapa lelaki yang rasanya tak sehebat ketika aku bersamamu. Hingga akhirnya jum'at pagi tepat pukul 8.16 itu aku membuka handphone kecil ini, tiba tiba di satu pesan kau menuliskan "aku putus". Aku tercengang membacanya. Dan semenjak itulah rasaku yang sedari awal mulai layu tiba tiba mengembang, mekar dengan indahnya.

Hari demi hari, canda demi canda kulewati. Aku yang cuek dan sangat benci membahas hal aneh ketika d sms dengan sadarnya membalas pesan yg sebenarnya teramat tidak penting itu. Disela rapatku, mataku selalu tertuju pada handphoneku. Pdahal sebelumnya, handphone ini selalu setia di kantong tasku dan tertimbun rapi dalam lemari kesekretariatan itu. Semuanya berubah dengan sempurna.

Dan kini, aku bukan hanya mengagumi, lebih dari itu. Iya, lebih dari sekedar itu. Aku mulai merindukan, mengkhawatirkan, bahkan bisa jadi ini perasaan sayang. Tapi aku sadar bahwa hati adalah urusan langit. Perubahanmu akhir akhir ini memupuskan lagi perasaan yang sudah mengakar, dan tumbuh dengan indahnya. Do'a do'aku yang selalu aku haturkan untukmu disetiap ibadahku adalah harapan yang kugantungkan tinggi dilangit. Berharap langit dengan ramahnya menjawab do'a do'a ku dengan kebahagiaan, mengganti airmata menjadi senyuman. Tapi sekali lagi, hatimu tak pernah bisa kupaksa.

Jika kau bertanya apakah aku pamrih? Iya. Munafik jika aku mengatakan aku dekat denganmu tanpa berharap memilikimu. Aku berharap bisa menduduki tahta ratu dihatimu itu. Menggantikan posisi mantanmu yang selalu kau agung agungkan itu. Tapi siapalah aku. Pemilik hatimu bukanlah aku, dan aku sangat sadar dengan itu. Aku masih selalu percaya cinta, meski aku sedang berada di posisi yang tersakiti.

Kau menyakitiku? Tidak, sama sekali. Jika memang tak pernah ada sedikit rasa untukku, aku yang bersalah karena mengartikan setiap perhatian kecilmu sebagai wujud cinta. Kamu tetaplah kamu, tuan idealis super cuek yang dengan sangat sempurna bisa merobohkan tembok hati yang penuh jeruji ini. Dengan sangat sederhana, kau mampu membuatku terpesona.

Aku sungguh berharap perasaan ini berbalas bahagia, tetapi jika memang tidak, aku tak mengapa. Selamat berjuang untuk mendapatkan hati mantan kekasihmu itu lagi. Selamat berjuang untuk mendapatkan wanita sempurna yang selalu kau idamkan. Apalah dayaku yang ndeso dan sederhana ini.

Post a Comment

0 Comments