Tuan, pahami dulu

Ini tulisan kesekian yang lagi lagi terinspirasi olehmu. Malam ini, dengan pipi yang masih dibasahi oleh air mata aku mulai merangkai kata indah hingga menjadi sebuah cerita yang menyimpan banyak rahasia hatiku yang entah terbaca olehmu atau tidak.

Aku sama sekali tak bermaksud untuk melukaimu, atau membuatmu tak nyaman. Apa yang terjadi pada kita di malam ini masih tak bisa kumengerti. Entah kelelahanmu pada rutinitas yang membuatmu demikian dingin, atau kelelahanmu pada sikapku yang seakan banyak merepotkan dan membuatmu lelah mendengarkan.

Maafkan aku tuan, jika aku kurang mampu mengerti dan menghargai segala pikiranmu. Maafkan aku jika aku seakan terlalu banyak mencampuri kegiatan dan rutinitasmu selama ini. Sungguh aku tak bermaksud membuatmu tak nyaman. Seandainya kau tahu apa yang aku rasakan, kuingin kau mengerti walau untuk setengah bagian saja.

Perasaan ini telah terpendam sekian lama dan masih menetap hingga saat ini. Aku memang cerewet, banyak memperhatikanmu dengan banyak perhatian itu. Menyuruhmu makan, shalat, ini dan itu. Maksudku hanya ingin agar kau tak lelah, kau selalu sehat dengan segala rutinitas yang banyak menguras tenaga dan pikiranmu.

Untuk kecerewetanku tentang sikapmu yang terlalu cuek itu, sungguh aku tak bermaksud untuk merubah apapun darimu. Aku suka kecuekanmu, ketidakpedulianmu, bahkan keangkuhanmu itu. Aku tak berniat sedikitpun untuk merubah segala tentangmu. Tapi, aku hanya ingin kau tahu bahwa aku memperhatikanmu. Aku merindukan perhatian perhatian kecilmu itu. Aku menyayangimu dengan apapun kamu.

Semua kemarahnmu malam ini membuatku takut. Aku takut kehilanganmu. Kau yang selama ini menjadi panutanku, guru dari setiap kisah sederhana dalam hidupku. Kau orang yang pertama kali ku beri kabar kebahagiaan diluar keluargaku. Kau lelaki yang menjadi mata dan pengingat dalam hidupku. Mata jahatmu itu seakan menjadi mantra pemikat hatiku. Maafkan aku tuan untuk semuanyaaa.


Dari wanita yang memendam rasa
Dari wanita yang selalu mencoba memberimu bahagia
Dari wanita yang menunggumu tertawa
Uswatun Khasanah Katasmir

Post a Comment

0 Comments