Ragu pada Senyuman

Rumah ini terasa sunyi sekali malam ini. Padahal bukan baru hari ini saja aku sendiri di rumah, tapi malam ini sungguh terasa lebih sunyi. Mungkin kamu satu penyebab kesunyian ini. Aku juga tak mengerti apa yang sesungguhnya aku rasakan malam ini. 
Sikap dingin yang melekat pada dirimu, ekspresi datar yang selalu menghiasi wajahmu, dan semua tingkah aneh yang tak pernah mampu aku mengerti. Semua itu yang membuatku yakin dalam keraguan. Atau ragu dalam perasaan yakin.

Salah atau benar, sepertinya hanya kamu yang tahu. Suka atau benci, mungkin hanya kamu yang merasakannya. Bahkan cemburu, hanya mampu kamu tunjukkan dari matamu. Dan tahukah kamu, aku sulit untuk mengartikan semuanya. Semua kebaikan yang bisa jadi hanya kamu lakukan padaku. Manisnya senyum yang merekah dengan lambaian tangan tanda perpisahan di depan rumahku malam itu. Hangatnya jabatan tangan yang aku rasakan. Perhatian yang kamu berikan meskipun tak sering. Pesan singkat yang selalu kamu kirimkan tuk menemani kesibukan kita. Harus ku artikan apa semua itu? Harus ku artikan bagaimana kisah ini?

Aku dengan semua keyakinan, kesabaran, dan kekuatan untuk memahamimu itu tak cukup membuatku terlepas dari bayangan keraguan yang menjerat dan memenjarakan aku ini. Entah ini takdir atau apa. Tapi sungguh aku tak pernah menyangka akan menjadi sedekat saat ini. Aku juga tak pernah menyangka sentuhan ini bisa kurasakan tanpa harus aku yang meminta. Waktu yang kita lalui berdua membuatku semakin pasrah dengan tumbuhnya perasaan yang terkadang membuatku melayang, tapi tak jarang pula aku merasa terjatuh dalam jurang kegalauan.

Bahagia selalu aku rasakan ketika aku duduk berdua denganmu, berdampingan. Hanya ada kamu dan aku. Kamu bisa jadi orang paling cerewet. Kamu bisa menatap mataku. Berbicara dengan nada lirih yang menuntut telingaku untuk bekerja dua kali lebih keras daripada biasanya. Dan banyak gurauanmu yang sungguh memmbuatku rindu.

Tapi, apakah kebahagiaan itu juga kamu rasakan?
Apakah kerinduan yang aku nikmati ini juga kamu nikmati?
Apakah keyakinanku cerminan keyakinanmu?
Benarkah perasaan itu memang ada dalam hatimu?
Lalu, bagaimana aku membaca dan mengartikan semua perhatianmu itu?

Sungguh, aku selalu berdo’a stok kesabaran dan kekuatanku untuk memahamimu selalu terisi penuh. Hingga aku lupa rasanya lelah. Hingga aku tak ingat apapun tentang pengorbanan. Hingga aku tak peduli dengan hatiku sendiri. Cerita masa laluku sungguh masih membekas, hingga aku selalu tahu bagaimana untuk memecah rindu, meragu pada senyuman, dan mengartikan perhatian dalam diam.

Kamu, iya kamu yang kini menari indah dalam memori.
Memendam semua luka menjadi bahagia.
Memeluk ragu dalam perasaan yakin yang entah harus aku artikan apa.
Kamu, terima kasih atas semua kehadiran dan perhatianmu.
Yang hingga detik ini belum juga membalas smsku.

Uswatun Khasanah

Post a Comment

0 Comments