Katakan

Sajadah panjang tertata rapi di depan dan kanan kiriku. Kerudung panjang putih membalut tubuhku siang ini. Dengan duduk bersila aku memandangi atap mushalla ini. Berbeda, semuanya terlihat berbeda. Semua disini terasa bergerak gerak dan pandanganku tiba tiba kabur. Tak terasa sungai kecil terbentuk dipipiku.

Hanya disini aku bisa melampiaskan semua perasaanku. Sedih dan gelisah menjadi kawan sepiku siang ini. Kini semua perasaanku larut bersama semua ungkapan do’a. bersama tangan yang menengadah ini aku lampiaskan semuanya.

Siapa lagi jika bukan kamu. Kamu yang beberapa hari ini bisa jadi sudah mulai jenuh menyapaku. Kamu yang bisa jadi sudah memiliki wanita yang lebih tepat menggantikan posisi dia yang dulu pernah menemani hari-harimu.

Aku sadar, kamu begitu keras. Kamu begitu dingin. Dan kamu terlampau cuek bagiku. Entah aku yang belum terbiasa. Atau aku yang belum mau membiasakan diri. Atau memang tak ada perasaan apapun dihatimu padaku. Aku sama sekali tak mengerti. Sering aku katakan padamu bahwa aku tak mampu membaca apapun dari matamu. Sulit bagiku untuk mengartikan semuanya. Cemburukah, bahagiakah, lelahkah, sedihkah?

Tuhan pasti tahu apa yang ada dalam hatimu. Tuhan juga pasti sangat memahami mengapa kamu demikian dingin padaku. Karena itulah aku berlama lama duduk disini agar Tuhan mau membisikkan banyak rahasiamu yang belum pernah kamu ucapkan. Dan aku juga memohon pada Tuhan agar kamu mau dan mengizinkanku untuk mengerti tentang hati dingin itu.

Bolehkah aku memohon agar kamu luapkan saja semua keluh kesahmu padaku hingga aku sanggup mengerti apa yang sedang kanu rasakan saat ini?
Izinkan aku mendengar bisikan hati yang penuh kasih itu?
Maukah kamu menjawab semua tanyaku tentang hatimu sehingga tak ada lagi gelisah yang menghantui pikiranku?
Mampukah kamu membuatku memahami kenyataan hingga aku tak usah lagi risau dengan keputusanku?

Jika kamu menginginkan aku pergi, sungguh aku akan pergi. Menunggumu itu melelahkan. Menantimu itu menyakitkan. Kau harus tahu, sebelum semua ini terjadi aku sudah terbiasa menunggu kehadiranmu ketika kamu masih bersama kekasihmu dulu. Memang menyakitkan bagiku tak ada lagi hari dengan canda anehmu. Tapi jika kepergianku itu kamu yang mau, sungguh aku akan merelakan diriku melangkah jauh dari bayanganmu.

Jika kamu menginginkan aku untuk bertahan, aku juga akan sangat sanggup bertahan. Sudah kukatakan, jika kamu mau. Jika benar hatimu yang mau, aku akan tetap disini. Menghujanimu dengan segala perhatianku. Aku akan selalu Memberikanmu senyum terindahku agar kamu tak bosan dengan lelah yang mulai merantai langkahmu. Aku akan selalu setia disini, tanpa ada seorangpun yang mengganggu kita. Ya, kita. Aku dan kamu. Aku pastikan hanya aku dan kamu.

Tapi aku tak pernah mengerti apa yang sebenarnya terjadi padamu saat ini. Apa yang kamu inginkan, kumohon katakanlah. Hingga aku tak dipenuhi gelisah. Hingga aku mampu melanjutkan hidupku dengan perasaan bahagia lagi, dengan atau tanpa kamu. Aku masih sanggup.

Dari wanita yang menunggu pesan singkatmu.
Dari wanita yang setia menanti.
Dari wanita yang berharap suara handphonenya itu pesan singkat darimu.
Dari wanita yang pernah sakit karena menunggu.

Uswatun Khasanah

Post a Comment

0 Comments