Si Tukang Sibuk

Kopi ini menemani tulisanku malam ini. Dengan mata yang mulai kehilangan dayanya, dengan tangan yang mulai merangkai lelah, dan kepala yang memberontak meminta untuk disandarkan. Aku masih bisa meluangkan waktu untuk satu tulisan ini.

Sejak 3 minggu yang lalu kamu masuk lagi kedalam pikiranku. Iya, Kamu yang perlahan mulai dengan mudah membantuku mencari inspirasi. Kamu yang mengacaukan pikiranku karena semua pesan singkat yang sering kamu kirimkan padaku. Kamu yang menemani pagiku dengan sebuah celoteh aneh, dengan gurauan yang sebenarnya sangat tidak penting.
Seandainya kamu tahu, aku tersanjung ketika kamu mengirimkan kata kata lewat pesan singkat yang saling kita lontarkan malam ini. Seandainya kamu tahu, gurauan kita malam ini berhasil membuatku tertawa sendiri ketika menengok handphone. Seandainya kamu juga tahu, bahwa baru saja aku merasa tersanjung ketika kau katakan itu. Apa kata itu, cukup aku, kamu, dan Tuhanlah yang tahu.

Entah, apa yang aku rasakan malam ini. Bisakah aku mengatakan bahwa itu adalah satu bukti perasaan yang sedang kamu rasakan padaku. Ataukah, ini semua hanya ilusi yang membahagiakanku sesaat saja. Dan semua berakhir tanpa ucap perpisahan. Begitukah?

Harus kuartikan apa kedekatan ini, seperti misteri yang tak tahu kapan akan terungkap. Kita berkirim pesan hampir setiap hari. Meski tak pernah tersirat kata rayuan. Meski tak pernah tersirat perasaan. Bahkan wajahmu saja tak menyiratkan tanda kebahagiaan. Inikah cara unikmu mendekatiku? Atau ini semua hanya kamuflase dari simpanan kerinduan pada mantanmu yang coba kamu alihkan padaku? Salahkah jika aku bertanya demikian.

Salahkah jika aku merindukan kamu wahai si tukang sibuk.
Tak bisakah kamu membaca sedikit perjuangan untuk merengkuh tanganmu itu? Tak terasakah olehmu jika ada perhatian yang diam diam aku selipkan dalam sebuah canda? Tak mengertikah kamu bila aku berdiam diri disini hanya sekedar menanti berpalingnya hatimu?

Dari wanita
Yang Mengharapkan sang rindu berpaling
Yang mengharapkan miliknya menjadi milikku

Uswatun Khasanah

Post a Comment

0 Comments