Langkahku mulai tak pasti. Terbelenggu jiwa dingin yang
perlahan mengganggu. Kamu adalah sebab dari semua ini. Semua semangat
yang awalnya setetes menjadi sebenggala. Kamulah alasan dari jiwa yang dulu
redup menjadi benderang. Namamulah yang diam diam aku sebut dalam do’a, aku
haturkan kepada TUHAN sang pemilik Jiwa.
Sesederhana itukah jalanmu membuatku rindu? Ataukah aku
pemeran utama yang menjadi “karena” dari semua pertanyaan “mengapa”. Sedangkan
sedikitpun tak pernah terbersit dalam pikiranku untuk membuatmu masuk dalam
hidup, jiwa, dan hatiku. Tak pernah aku menginginkanmu tuk menjadi
inspirasi dalam beberapa tulisanku.
Diam diam aku merindukanmu. Aku Tak bisa begitu saja
melupakan caramu menatapku. Caramu memanggilku. Nada manis saat kau berbisik. Segala hal sederhana yang dulu aku acuhkan itulah yang kini
membuatku rindu. Tak Pernahkah kau bayangkan betapa tersiksanya aku. Tolong ajari
aku bagaimana melupakanmu, karena aku mulai menyerah mencari cara terbaik
menghilangkan kamu dari otakku.
Menyebalkan jika cerita yang awalnya tak sengaja aku
tuliskan kini menjadi perasaan nyata dan hanya berakhir kecewa. Aku hanya meresponmu. Sungguh
awalnya tak ada sedikitpun perasaan rindu, hingga akhirnya kisah ini mulai
mengganggu. Mungkin, kau mendekatiku hanya sekedar mencari kawan. Bersahabat dengan kakak tingkat, atau apalah itu. Tapi sungguh,
kata manismu, dan semua perhatian sederhana yang kamu tujukan mungkin tak hanya
kepadaku itulah yang mulai merajai pikiranku.
Aku takut mengartikan semuanya. Aku takut rindu ini terbawa
hingga kedalam perasaan yang sama sekali tak aku inginkan. Kini kumohon padamu, buat
aku lupa. Lupa bahwa aku pernah mengenalmu. Lupa atas semua perhatian dan
ucapan manismu itu. Tolong kembalikan aku ke jalanku, sebelum kamu perlahan
mengganggu rute tujuanku.
Percayalah tampan, diamku tak berarti membencimu. Aku hanya
ingin melawan jutaan kamu yang mulai mengganggu jalanku.
Diantara mata yang memancarkan rindu.
Di dalam rasa canggung yang belum ku pahami.
Uswatun Khasanah
0 Comments